Kemerdekaan dan Kebebasan



[Renungkanlah], ketika Musa berkata kepada kaumnya: Hai kaumku, ingatlah ni’mat Allah atas kamu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antara kamu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepada kamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun di antara umat-umat yang lain. [QS 5: 20].

Kemerdekaan adalah anugerah Allah kepada setiap pribadi. Ketika salah seorang anak Gubernur Mesir menampak seorang rakyat jelata yang kemudian pergi mengadu kepada Umar Ibn Al-Khaththab ra, sang Khalifah itu mengecam Gubernurnya sambil berkata, Sejak kapan kalian memperbudak manusia, pada hal ibu mereka melahirkan mereka sebagai orang-orang merdeka.

Kemerdekaan bagi seseorang atau satu bangsa adalah kepemilikan wewenang dan kemampuan pengaturan, terhadap diri sebagai individu dan terhadap kelompok sebagai kesatuan masyarakat bangsa. Tapi bukan hanya itu! Abu Daud meriwayatkan sabda Nabi Saw yang melukiskan seorang merdeka sebagai Siapa yang memiliki rumah, dan pembantu. Tentu saja makna kata ‘pembantu ‘ harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Kini ia dapat berarti alat-alat yang membantu/mempermudah seseorang memenuhi kebutuhan-nya Dengan demikian kemerdekaan bukan sekedar wewenang dan kemampuan pengaturan tetapi juga kesejahteraan hidup



Kemerdekaan sering dipersamakan dengan kebebasan, yakni kebebasan dari penjajahan lahir dan batin, bukan kebebasan mutlak. Kebebasan mutlak mustahil bagi manusia karena ini berarti mengingkari hukum, tujuan, keinginan atau ide. Itu mustahil karena keadaan demikian, menjadikan manusia keluar dari hakikat kemanusiaannya. Mereka yang menghendaki kehidupan sebebas mungkin, dan melepaskan diri dari ikatan apapun, pasti hidupnya pun dilandasi oleh keyakinan/ide tertentu atau berusaha mencari ide/keyakinan tertentu. Usahanya itu menunjukkan bahwa ia pada hakikatnya - suka atau tak suka - menerima wewenang pengaturan yang bersumber dari keyakinan atau ide yang ada dalam benaknya. Ini berarti ia tidak bebas secara mutla.. Ia dimiliki/diatur oleh sesuatu. Karena itulah maka kebebasan mutlak tak mungkin wujud, dengan kata lain harus ada pembatasan antara lain hukum yang perlu dipatuhi. Apalagi manusia adalah makhluk sosial yang tak dapat hidup tanpa bantuan pihak lain. Memang semakin sedikit kebutuhan kepada fihak lain perorangan atau kelompok - semakin tinggi kualitas kemerdekaan

Pribadi merdeka menurut Al-Ghazali - adalah yang tidak membutuhkan kecuali Allah, dan dalam saat yang sama dia menguasai kerajaannya yakni ‘bala tentara dan rakyat’ yang dimilikinya tunduk dan taat kepadanya. Kerajaan setiap individu adalah kalbu dan wadah kalbunya; Balatentaranya adalah syahwat, amarah dan nafsunya; Rakyatnya adalah lidah, mata, tangan, dan seluruh anggota badannya. Bila semua itu dia kuasai dan tidak menguasainya, menaatinya dan bukan dia taat kepadanya, maka ketika itu ia telah mencapai tingkat kemerdekaan di alamnya.

Ketika salah seorang penguasa berkata kepada seorang arif, Mintalah apa yang Engkau butuhkan.. Sang arif menjawab, Apakah kepadaku engkau berkata demikian, pada hal aku memunyai dua orang hamba yang keduanya adalah tuanmu? Siapa mereka? tanya sang penguasa. Mereka adalah ketamakan dan hawa nafsu. Keduanya telah kukalahkan namun keduanya mengalahkanmu, keduanya pula telah kukuasai tetapi keduanya menguasaimu. 

Demikian juga lebih kurang halnya dengan satu bangsa. Ia harus mandiri, menguasai, dan mengatur wilayahnya, serta tidak memiliki banyak ketergantungan kepada selainnya. Masyarakatnya pun tunduk pada hukum dan peraturan. Itulah makna kemerdekaan sejati. Wa Allah A’lam.  Oleh : M.Quraish Sihab


 BACK KE BAB GERENRAL ( Serba-Serbi )